Masa Keruntuhan dan Peninggalan
Kerajaan Cirebon
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Madya yang dibina oleh
Deny
Yudo Wahyudi
Oleh:
Athoi
Muhamad (120731435951)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
PROGRAM
PENDIDIKAN SEJARAH
Maret,
2013
PEMBAHASAN
A.
Runtuhnya
Kerajaan Cirebon
Pada saat
tahun 1649 Panembahan Ratu Pangeran Emas telah meninggal pada usia 102 tahun.
Dengan wafatnya Dipati Cerbon ke II, maka panembahan ratu menunjuk cucunya
yaitu Pangeran Karim untuk membantunya menjalankan roda pemerintahan Cerbon
Menggantikan ayahnya yaitu Dipati Cerbon ke II. Pangeran Karim waktu itu
berusia 48 tahun menggantikannya sebagai Kepala Pemerintahan Cerbon yang ke III
dengan gelar Panembahan Ratu II.
Karena
beliau wafat di Mataram sekitar tahun 1667 dan dimakamkan di pemakamn di bukit Girilaya,
maka disebutlah beliau oleh anak cucunya
dengan sebutan Panembahan Girilaya. Akhirnya nama Panembahan Girilaya itulah
yang disebut terus menerus dalam berbagai
sumber sejarah, baik dalam Babad Cirebon, Sejarah Cirebon, Kitab Negara
Kertabumi, maupun Kitab Purwaka Caruban Nagari. Oleh Karena itu nama Panembahan
Girilaya lebih terkenal dari pada gelar resmi pada waktu penobatannya yaitu
Panembahan Ratu ke II.
Pada
saat Panembahan Ratu masih hidup beliau mengawinkan Panembahan Girilaya dengan
Putri Sunan Amangkurat ke 1 tapi, untuk masalah kapan diselenggarakannya
pernikahan ini sendiri tidak jelas, karena saat itu Sunan Amangkurat ke 1 baru
naik tahta. Dan jika melihat pada literatur lain itu adalah perkawinan kedua
Panembahan Girilaya. Pada perkawinannya
yang pertama beliau dikaruniai 2 orang anak yang bernama Panembahan Katimang
dan Pangeran Gianti sedang pada perkawinan ke II mendapat 3 orang anak yaitu
Pangeran Martawijaya, Pangeran Kertawijaya, dan Pangeran Wangsakerta.
Pada
masa pemerintahan Panembahan Ratu hubungan antara Cirebon dan Mataram sangat
Harmonis dan itu terjadi hampir
selama 6 tahun. Tetapi setelah Cirebon dipimpin Panembahan Girilaya hubungan
yang tadinya harmonis berubah menjadi agak merenggang karena perubahan sikap
dari Amangkurat 1 yang beranggapan bahwa Cirebon tak lebih baik atau tidak
sederajat dengan Mataram. VOC yang mengetahui kerenggangan hubungan antara
Mataram- Cirebon memanfaatkan benar peluang ini untuk mengadu domba mereka.
Dalam waktu yang singkat strategi politik “Adu Domba” VOC bisa membuat
kesemrawutan dalam tubuh Kerajaan Mataram.
Dalam
kondisi yang serumit itu Sunan Amangkurat 1 diduga berusaha denga keras
mengatasinya dengan tindakan “pembersihan dan penertiban” yang pada nyatanya
dilakukan dengan kejam dan kekerasan. Tindakan itu memakan banyak korban
sehingga Panglima Angkatan Perang Mataram yang diandalakan ayahnya sendiri yaitu Dipati Anom yang
sekaligus putra Mahkota mulai membenci dan meninggalkan Sunan Amangkurat 1.
Pada
saat yang seperti itu Mataram mendapat kunjungan dari Panembahan Girilaya
beserta 2 orang anaknya Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kertawijaya serta
pengawalnya yang diperkirakan pada tahun 1666/1667. Namun alasan Panembahan
Girilaya mengunjungi Mataram dan sampai di sana (diperkirakan pada saat berumur
66 tahun) tidak ada penjelasan yang pasti. Setelah kejadian wafatnya Panembahan
Girilaya kedua anaknya yang ikut ke Mataram tadi ditahan dan dibawa oleh
Trunojoyo pada tahun 1678 dari Mataram ke Kediri. Sejak wafatnya Panembahan Girilaya
Cirebon telah terpecah belah dan hancur sehingga tidak mempunyai wibawa lagi
dan akhirnya menjadi mainan belanda, mataram dan banten.
Tidak
berhenti disini timbul masalah baru yakni para kerabat Kerajaan yang setia pada
Panembahan Girilaya yang tidak terima akan kemunduran Cirebon meminta bantuan
dari Sultan Ageng Tirtayasa Dari Banten. Dan untuk mengisi kekosongan dengan
cepat dan dengan pertimbangan yang matang Sultan Ageng Tirtayasa menetapkan
pejabat Kepala Negara Cirebon yaitu anak ketiga Panembahan Girilaya yaitu
adalah Pangeran Wangsakerta yang pada waktu itu tidak ikut kedalam kunjungan ke
Mataram dinobatkan sebagai Sultan Cirebon oleh Sultan Banten.
Pada
saat itu setelah Trunojoyo dapat memukul mundur pasukan Cirebon dan dapat
membuat ketakutan serta membuat lari Sunan Amangkurat 1. Hilanglah kekuasaan
Mataram yang Kejam dan Otoriter dan pada saat itu atas permintaan Sultan
Banten, Sultan Banten meminta Trunojoyo membawa dua putra mahkota pesakitan itu
untuk dibawa ke Kediri dan selanjutnya dibawa ke Banten. Selanjutnya karena
kurangnya keterangan yang jelas proses kembalinya 2 pangeran itu ke Cirebon
kurang jelas dan pula penobatannya Pangeran Martawijaya sebagai Sultan Sepuh
dengan gelar Raja Syamsudin dan Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Anom dengan
gelar Sultan Mahmud Badridi.
Dengan
adanya tiga sultan di Kerajaan Cirebon ini adalah titik dari masa akhir
Kerajaan Cirebon. Pada masa itu sudah ada usulan untuk membagi kerajaan menjadi
3 bagian tapi apa mau dikata ketidaksepahamlah yang didapat , karena masing
masing mempunyai minat yang sama untuk menjadi sultan Cirebon. Pada tahun 1681
tepatnya 23 Januari dilaksanakanperjanjian persahabatan antara Sultan-Sultan Cirebon dengan pihak VOC yang
diwakili oleh Van Dyck.
Dari
penandatanganan itu mengandung arti besar, karena peristiwa itu menjadi akar
dari konflik baru dicirebon. Menurut keterangan P.S. Sulendranigrat dalam
bukunya “Sejarah Cirebon” peristiwa penandatanganan inimenimbulkan perpecahan
dari para pembesar pemerintahan di Cirebon tentunya adalah pro dan kontra
diadakannya penandatangan perjanjian persahabatan tersebut. Dan setelah VOC
bubar tahun 1800 maka Gubernur Jenderal Daendles menetapkan langkah strategis
dengan mengeluarkan Reglement op het beheer van de Cheribonsche Landen pada 2
februari 1809 dan dengan keluarnya itu
tadi maka Sultan-Sultan di Cerbon yaitu
Kasepuhan , Kanoman dan Kacirebonan tidak memiliki kekuasaan lagi karena
dijadikan Pegawai Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Pada saat akan keluar
keputusan Pemerintah Kolonial Belanda , maka di Kesultanan Kanoman terjadi
peristiwa pemecahan diri Kanoman menjadi Kanoman dan Kacerbonan. Dengan Fakta
diatas dapat kita ketahui faktor faktor penyebab runtuhnya kerajaan Cirebon.
B.
Peninggalan-peninggalan
Kerajaan Cirebon
v
Keraton Kasepuhan Cirebon
Keraton Kasepuhan Cirebon
Sekarang terletak di Kecamatan Lemah
Wungkuk Kotamadya Cirebon. Di keratin Kasepuhan ini akan kita dapati
bangunan-bangunan dengan arsitekturnya yang khas, benda kuno, kereta Singa
Barong dan naskah kuno.
v Kereta Singa Barong Kasepuhan
Kereta Singa Barong adalah hasil
karya Panembahan Losari, cucu Sunan Gunung Jati, yang dibuatnya pada 1549.
Ukiran binatang pada kereta Kereta Singa Barong ini berbelalai gajah yang
melambangkan persahabatan Kasultanan Cirebon dengan India, berkepala naga
sebagai lambang persahabatan dengan Cina, serta bersayap dan berbadan Buroq
yang melambangkan persahabatan dengan Mesir.
v
Keraton Kanoman
Keraton Kanoman
Keraton Kanoman didirikan oleh
Sultan Kanoman I (Sultan Badridin). Terletak sebelah utara (300 meter) dari
keratin Kasepuhan Keraton ini berdiri sejak Panembahan Girilaya Wafat.
v
Kereta Paksi Naga Lima
Kereta Paksi Naga Liman yang
merupakan Kereta kebesaran Sunan Gunung Jati dan para Sultan Cirebon ini dibuat
pada tahun yang sama dengan Kereta Jempana, yaitu tahun Saka 1350 atau 1428,
juga atas prakarsa Pangeran Losari. Kereta Paksi Naga Liman menggabungkan
bentuk paksi (burung), naga, dan liman (gajah) yang belalainya memegang senjata
trisula ganda. Keistimewaan Kereta Paksi Naga Liman yang disimpan di Keraton
Kanoman ini ada pada bagian sayapnya yang bisa mengepak saat kereta sedang
berjalan.
v
Keraton Kacirebonan
Keraton Kacirebonan
Keraton Kacirebonan merupakan
keraton yang paling kecil diantara keraton lain yang ad di daerah cirebon.Sejarah
Keraton Kacirebonan dimulai ketika Pangeran Raja Kanoman, pewaris takhta
Kesultanan Keraton Kanoman bergabung dengan rakyat Cirebon dalam menolak pajak
yang diterapkan Belanda, yang memicu pemberontakan di beberapa tempat. Pangeran
Raja Kanoman kemudian tertangkap oleh Belanda dan dibuang ke benteng Viktoria
di Ambon, dilucuti gelarnya, serta dicabut haknya sebagai Sultan Keraton
Kanoman. Namun karena perlawanan rakyat Cirebon tidak juga reda, Belanda
akhirnya membawa kembali Pangeran Raja Kanoman ke Cirebon dalam upaya
mengakhiri pemberontakan. Status kebangsawanan Pangeran Raja Kanoman pun
dikembalikan, namun haknya atas Kesultanan Keraton Kanoman tetap dicabut
v
Masjid Sang Cipta Rasa
Masjid Agung Sang Cipta Rasa
dibangun pada tahun 1498 M oleh Wali Sanga atas prakarsa Sunan Gunung Jati.
Pembangunannya dipimpin oleh Sunan Kalijaga dengan arsitek Raden Sepat (dari
Majapahit) bersama dengan 200 orang pembantunya (tukang) yang berasal dari
Demak. Mesjid ini dinamai Sang Cipta Rasa karena merupakan pengejawantahan dari
rasa dan kepercayaan. Penduduk Cirebon pada masa itu menamai mesjid ini Mesjid
Pakungwati karena dulu terletak dalam komplek Keraton Pakungwati. Sekarang
mesjid ini terletak di depan komplek Keraton Kesepuhan. Menurut cerita rakyat,
pembangunan mesjid ini hanya dalam tempo satu malam; pada waktu subuh keesokan
harinya telah dipergunakan untuk shalat Subuh. Nama Masjid Sang Cipta Rasa
sendiri mempunyai Makna Filosofi Sang berarti Agung, Cipta berarti Bangunan
sedang rasa berarti manfaat, sehingga arti kata Sang Cpta Rasa maksudnya
berarti Bangunan yang memilki Manfaat yang Agung/besar yang dikaitkan dengan
kegiatan syiar agama islam dan agama di tanah cirebon.Keunikan Masjid ini yaitu
dengan diadakannya adzan Pitu (tujuh Muadzin) pada setiap sholat jum’at. Masjid
Agung Sang Ciptarasa (sebutan sehari-harinya masjid agung) ini merupakan salah
satu bagian dari kraton Kasepuhan. Masjid ini terletak di sebelah barat
Alun-Alun Sangkalabuwana (Alun-Alun depan Keraton Kasepuhan). Luas arealnya
sekitar 4.750 meter persegi. Di dalamnya terdapat beberapa sakaguru yang
berfungsi sebagai penopang struktur bagian atas. Yang lebih menarik lagi adalah
saka tatal-nya, yaitu sebuah tihang penopang yang cukup kuat, walaupun hanya
terbuat dari serpihan-serpihan kayu.
v
Makam Sunan Gunung Jati
Makam Sunan Gunung Jati Dihiasi
dengan keramik buatan Cina dari jaman Dinasti Ming. Di komplek makam ini di
samping tempat dimakamkannya Sunan Gunung Jati juga tempat dimakamkannya
Fatahilah panglima perang pembebasan Batavia. Lokasi ini merupakan komplek pemakaman
bagi keluarga Keraton Cirebon, terletak + 6 Km ke arah Utara dari Kota Cirebon Jawa Barat.dan makam ini selalu ramai di kunjungi orang untuk
berziarah,apalagi waktu malam jum'at
Makam Sunan Gunung Jati yang berada di bukit Gunung Sembung hanya boleh dimasuki oleh keluarga Kraton sebagai keturunannya selain petugas harian yang merawat sebagai Juru Kunci-nya.
Selain dari orang-orang yang disebutkan itu tidak ada yang diperkenankan untuk memasuki makam Sunan Gunung Jati. Alasannya antara lain adalah begitu banyaknya benda-benda berharga yang perlu dijaga seperti keramik-keramik atau benda-benda porselen lainnya yang menempel ditembok-tembok dan guci-guci yang dipajang sepanjang jalan makam.Keramik-keramik yang menempel ditembok bangunan makam konon dibawa oleh istri Sunan Gunung Djati yang berasal dari Cina, yaitu Putri Ong Tien. Banyak keramik yang masih sangat baik kondisinya, warna dan design-nya sangat menarik. Sehingga dikhawatirkan apabila pengunjung bebas keluar-masuk seperti pada makam-makam wali lainnya maka barang-barang itu ada kemungkinan hilang atau rusak.
Makam Sunan Gunung Jati yang berada di bukit Gunung Sembung hanya boleh dimasuki oleh keluarga Kraton sebagai keturunannya selain petugas harian yang merawat sebagai Juru Kunci-nya.
Selain dari orang-orang yang disebutkan itu tidak ada yang diperkenankan untuk memasuki makam Sunan Gunung Jati. Alasannya antara lain adalah begitu banyaknya benda-benda berharga yang perlu dijaga seperti keramik-keramik atau benda-benda porselen lainnya yang menempel ditembok-tembok dan guci-guci yang dipajang sepanjang jalan makam.Keramik-keramik yang menempel ditembok bangunan makam konon dibawa oleh istri Sunan Gunung Djati yang berasal dari Cina, yaitu Putri Ong Tien. Banyak keramik yang masih sangat baik kondisinya, warna dan design-nya sangat menarik. Sehingga dikhawatirkan apabila pengunjung bebas keluar-masuk seperti pada makam-makam wali lainnya maka barang-barang itu ada kemungkinan hilang atau rusak.
Daftar
Rujukan
Sunardjo
Unang R.H.1983.Meninjau Sepintas Panggung
Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cirebon 1479-1809.Bandung: Tarsito
Zuhdi
Susanto.1997.Cirebon Sebagai Bandar Jalur
Sutra.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI